Lihat Anak Domba Allah

John 1:29-34 

Injil menerangkan “ketakjuban” spontan Johanes setelah melihat Yesus. Dia menamai Yesus “Anak Domba Allah”, suatu gelar yang tentu tidak asing bagi Johanes dan bagi orang Yahudi pada umumnya. Gelar tersebut termasuk familiar dalam Kitab Suci. Meski demikian, kita mungkin bertanya: “Apa maksud Johanes dengan gelar tersebut?” Di sini diusulkan beberapa kemungkinan arti dari ungkapan tersebut. Pertama-tama saya akan mencoba mengajak saudara dan saudari melihatnya dari sudut pandang “Yahudi”, yang di dalamnya Yohanes hidup, kemudian kita coba membahasakannya dari sudut pandang Kristiani.

Pertama-tama kita harus sadar bahwa Yohanes adalah seorang imam, karena ia adalah anak dari seorang imam. Maka pastilah ia begitu paham dengan kata “anak domba” persembahan. Di dalam Bait Allah dipersembahkan kurban dua kali sehari untuk penghapusan dosa (cf. Keluaran 29:38-42). Ia pasti familiar sekali dengan ritus tersebut. Bahkan untuk orang Yahudi, persembahan kurban anak domba di Bait Allah jauh lebih penting dibanding urusan yang lain. Maka dalam situasi kelaparan dan perang kurban akan tetap dijalankan. Hal yang demikian kemungkinan besar berlangsung hingga tahun 70 masehi, ketika Bait Allah dirobohkan dan tak pernah dibangun lagi. Jadi dari sudut pandang ini, Yohanes pertama-tama mengingat ribuan anak domba yang dikorbankan untuk penghapusan dosa, kemudian Yohanes beralih pada Yesus Kristus, Anak Domba Allah, yang kurban-Nya sanggup menghapus dosa manusia, sekali untuk selamanya.

Kemudian kita juga baik berpikir bahwa Yohanes mungkin sedang berpikir tentang Passover Lamb. Hal ini didukung oleh facta bahwa pesta “Passover” akan segera tiba. Kita bisa baca ceritera permulaan Passover pada Johanes 2:13. Ceritera tua “Passover” pertama pasti masih segar diingatan semua orang Yahudi, di mana darah anak domba menyelamatkan mereka dari kuat kuasa Allah dan membebaskan mereka dari perbudakan di Mesir. Kemungkinan pada waktu itu juga begitu banyak anak domba yang sedang dibawa ke Jerusalem untuk kepentingan “Passover”. Melihat hal itu dan melihat Yesus berada di sekitarnya, Yohanes menunjuk bahwa Yesuslah “Abak Domba” yang sungguh berkuasa membebaskan manusia dari dosa dan bukan anak domba yang lain. Yesuslah “the Passover Lamb” (1 Korintus 5:7). Kemungkinan yang berikut ialah bahwa Yohanes telah terlebih dahulu melihat bahwa Yesus adalah Hamba Allah yang menderita yang digambarkan oleh Yesaya 53. Hamba Allah yang akan membebaskan umat-Nya dari dosa, Ia menjadi tebusan bagi dosa. Dalam Kitab Suci Perjanjian Lama terdapat gambaran yang begitu “menyentuh” tentang anak domba; yakni Yeremia 11:19 dan Yesaya 53:7. Di sana dilukiskan bagaimana anak domba tak melawan ketika dibawa ke tempat pembantaian. Oleh orang Kristen hal itu dilihat sebagai pewahyuan akan apa yang dialami Yesus kelak. Saudara dan saudari, entah apa yang ada dalam pikiran Yohanes ketika mengatakan hal tersebut, kita tidak tahu pasti. Yang pasti kita tahu ialah bahwa Yesus rela menjadi korban untuk dosa-dosa kita, sekali untuk selamanya. Yesus bersedia “mengambil tempat yang dikhususkan untuk anak domba”.Kemudian Yohanes mengatakan bahwa dia tidak mengenal Yesus. Suatu pernyataan yang “aneh”, sebab mereka masih memiliki hubungan family. Bahkan dalam Injil Lukas 1 diceriterakan bahkan waktu dikandungan saja Yohanes tahu siapa Yesus. Dengan ungkapan “tidak kenal” kemungkinan dimaksud oleh Yohanes bahwa Yesus begitu besar dan luar biasa, sehingga Yohanes tak sanggup mencerna dan mengerti semua rahasia Yesus. Ia sadar bahwa Yesus jauh melampaui semua logika dan jalan pikirannya. Ia sadar bahwa Yesus adalah yang Kudus dari Allah, yang kebenarannya melampaui semua kebenaran yang ada di dunia.

Kemudian Yohanes memberi kesaksian bahwa apa yang dikatakan kepadanya oleh Dia yang mengutusnya terpenuhi dalam diri Yesus Kristus: “Aku telah melihat Roh turun dari langit seperti merpati, dan Ia tinggal di atas-Nya” (John 1:32). Ini menunjuk bahwa benar sesuatu telah terjadi saat pembaptisan Yesus dan itu meyakinkan Yohanes bahwa Yesus adalah Putera Allah.

Saudara dan saudari, jelas bahwa ketika pembaptisan Roh Allah turun atas Yesus. Ini merupakan kesaksian Kitab Suci. Jelas juga bahwa doktrin Kristen tentang Roh Kudus tentu belum ada pada saat itu. Penulis Injil mengerti Roh Allah kemungkinan besar dari sudut pandang Yahudi. Maka pada kesempatan ini saya hendak mengajak kita sekalian melihat konsep Yahudi tentang Roh, kemudian dari sana kita berangkat pada pengertian Kristen.

Orang Yahudi menamai Roh dengan ruach.  Ini bisa berarti angin atau nafas. Ketika mereka berbicara tentang Roh maka dalam benak mereka akan muncul konsep kuasa, power.  Roh bagaikan angin dasyat, yang memiliki kekuatan luar biasa. Kemudian dengan kata Roh, mereka juga mengaitkannya dengan hidup. Roh menjadikan manusia berada. Konsep berikut yang muncul dalam benak mereka ketika mereka menyebut Roh ialah Allah. Orang Yahudi mengerti bahwa kalau Roh bernaung pada seseorang maka Allah bernaung pada orang itu. Hal ini bisa kita bandingkan dengan kisah-kisah dalam Perjanjian Lama, di sana ditegaskan bahwa Roh Allah – lah yang menggerakkan para nabi untuk bernubuat. Kitab Mikha 3:8 memberi kesaksian: “Aku dipenuhi dengan kuasa, dengan Roh Allah, dan dengan keadilan dan keperkasaan, untuk memberitahukan kepada Yakub pelanggarannya dan kepada Israel dosanya”. Kita juga bisa lihat contoh lain pada Kitab Yesaya 59:21. Di sana Tuhan Allah bersabda: “Roh-Ku yang menghidupi engkau…” (cf. Yesaya 61:1, Ezekiel 36:26-27). Dengan ayat-ayat ini kita bisa katakan bahwa Roh membawa kebenaran kepada manusia, Roh Allah memberi kekuatan pada manusia untuk mengenali kebenaran ketika manusia melihat kebenaran tersebut, kemudian Roh Allah memberi keberanian pada manusia untuk mewartakan kebenaran yang berasal dari Allah tersebut.

Lalu bagaimana dengan Roh yang bernaung pada Yesus? Yesus mengalami Roh Allah untuk selamanya. Ia tak terpisahkan dengan kekuatan yang berasal dari Allah, sebab Ia satu dengan Allah Bapa dan satu dengan Roh Kudus. Maka kehadiran Roh Allah pada Yesus dan kehadiran Roh Allah pada orang-orang lain kiranya sangat berbeda. Para nabi mengalami kehadiran Roh Allah, tetapi kehadiran itu tidak permanent, melainkan datang dan pergi. Sementara hal itu tidak berlaku pada Yesus, kehadiran Roh permanent untuk Yesus.

Lalu saudara dan saudari, pada kesempatan ini saya juga ingin mengulas sejenak perihal Baptisan. Meski Injil hari ini tidak secara khusus berbicara tentang baptisan, namun di dalamnya secara implicit dibedakan dua jenis baptisan. Yakni baptisan yang dibawa oleh Yohanes dan baptisan yang dibawa oleh Yesus Kristus. Baptisan Yohanes adalah baptisan untuk pertobatan dan dedikasi. Dengan menerima baptisan Yohanes, seseorang dibersihkan untuk layak menerima Mesias dan dengannya hidup orang tersebut didedikasikan untuk Allah.

Sementara baptisan yang dibawa oleh Yesus adalah baptisan dengan Roh Kudus. Kalau kita kembali pada konsep Roh yang dimengerti orangYahudi, maka kita bisa mengambil beberapa pokok penting dari baptisan yang dibawa oleh Yesus; yakni baptisan yang dibawa Yesus – di samping memiliki kuasa seperti baptisan Yohanes – juga memiliki kuasa untuk menerangi orang yang menerima baptisan tersebut. Sebab dengan menerima Roh, maka seseorang bisa mengerti kebenaran Allah, mengerti kehendak Allah dan mengerti arti hidup sebagaimana “kamus” Allah menerangkannya. Yang berikut ialah, orang yang menerima baptisan yang dibawa Yesus akan dikuatkan untuk menghidupi kebenaran yang berasal dari Allah dan dikuatkan untuk mewartakan kebenaran itu. Benar sekali bahwa pengetahuan tanpa kekautan akan menyakitkan. Ketika kita mengetahui sesuatu, namun tak berdaya untuk mewujudkannya atau tak berdaya untuk mengatakannya maka hal itu akan membuat kita frustrasi. Karena itu baptisan yang berasal dari Yesus memberi kita kuasa untuk kuat dan berdaya. Hal berikut yang bisa kita katakan dengan menerima baptisan yang dibawa oleh Yesus ialah bahwa orang yang menerima baptisan tersebut dimurnikan. Dengan baptisan tersebut kita “dibakar” dengan api sehingga kita menjadi “emas murni”, sehingga kekuatan setan dan kekuatan kegelapan hancur terbakar dan yang tinggal adalah kekautan baik (cf. Lukas 3:16, Matius 3:11).

Saudara dan saudari kita semua sudah menerima baptisan yang berasal dari Yesus, baptisan dengan Roh. Dalam diri kita ada kekuatan yang berasal dari Allah untuk memahami kebenaran Allah dan melakukannya. Kita juga telah dimurnikan oleh Allah untuk menjadi anak-anak Allah. Namun kita tetaplah anak yang bebas. Kita bisa memilih. Pertanyaan ialah; “Apakah kita memilih mengikuti Anak Domba Allah, dengan segala konsekwensinya?” “Apakah kita mempergunakan kuasa dan kekuatan yang kita terima pada saat kita dibaptis untuk kebesaran kemulian Allah?” Dll.

Selamat bermenung. God Bless You.